Disusun oleh Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si, CETP (Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Indonesia)
Adab secara etimologi berarti "sopan santun" atau "tata cara". Manusia yang berakal dan beriman menggunakan adab di dalam kesehariannya. Sebab dari adab tersebut akan tercermin kepribadian yang baik bagi diri yang mengedepankannya. Rasulullah Saw. adalah Nabi yang mempunyai adab dan perangai yang selalu diingat oleh manusia sampai kapan pun juga. Melalui adabnya, banyak orang-orang non muslim kepincut untuk masuk Islam dan menjadi mualaf.
Pergaulan Rasulullah Saw. menggunakan adab. Pergaulan dengan sahabat-sahabatnya, pergaulan dengan kaum menengah ke atas, dan juga pergaulan dengan kaum menengah ke bawah. Memang pergaulan terhadap orang-orang fakir harus dengan penuh kehati-hatian. Sebab mereka mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi. Imam Qusyairi pernah ditanya oleh muridnya, “Bagaimana bergaul dengan orang-orang fakir miskin?” Ia menjawab, “Bergaul dengan mereka yaitu bisa membahagiakan mereka, mendahulukan kepentingan mereka ketimbang dengan dirimu, dan harus mempunyai jiwa pemaaf di depan mereka.”(Imam Qusyairi:2022:19)
Di sisi lain Imam Qusyairi menyuruh muridnya untuk bersikap simpati terhadap kondisi orang-orang fakir dan jangan berharap pujian atas sesuatu yang kau telah berikan kepada mereka. Ketahuilah ketika kamu dibutuhkan oleh orang-orang fakir, apabila salah seseorang dari mereka meminjam sesuatu atasmu, maka dari adab pertemanan kepadanya pinjamilah semampunya. Kemudian setelah itu membebaskan apa yang telah kamu pinjamkan. (Imam Qusyairi:2022:20)
Rasulullah Saw sangat dekat dengan orang-orang miskin. Sebab hal tersebut akan menjadikan diri tidak selalu memandang ke atas dan tidak lupa untuk memandang ke bawah. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Sambunglah kekerabatanmu apabila terputus, cintailah orang-orang miskin, dan perbanyaknya duduk dengan mereka.” Selain itu beliau juga berwasiat, “Duduklah dengan orang-orang miskin, jenguklah jika mereka sakit, uruslah jika mereka wafat, dan jadikanlah urusan-urusan tersebut ikhlas.”
Saking sayangnya Rasulullah Saw. kepada orang-orang miskin sehingga beliau bersabda:
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ الْمُسْلِمِيْنَ الْجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِنِصْفِ يَوْمٍ وَهُوَ خَمْسُ مِائَةِ عَامٍ.
“Orang-orang fakir kaum Muslimin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya (dari kalangan kaum Muslimin) selama setengah hari, yaitu lima ratus tahun”
Melalui hadis Nabi Muhammad Saw. di atas bisa diambil satu perspektif bahwa seseorang yang kaya jangan sombong. Sebab dirinya akan dihisab di akhirat kelak, karena pertanggungjawaban harta yang digunakan. Untuk itu pergunakanlah harta yang ada untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Sehingga ada rasa saling keterikatan persaudaraan sesama muslim maupun non-muslim dan menjauhkan kesenjangan sosial. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
Dari Abu Humairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa yang memberi kemudahan orang yang kesulitan (utang), maka Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat.”
(Kontributor: Muhammad Fathan Nur Ikhsan)