Perkembangan teknologi membuat dunia kian terbuka, yang menyebabkan hal-hal negatif menjadi sangat mudah diakses dan sulit dihindari. Meskipun kita telah berusaha memfilter media sosial dan aplikasi pada perangkat elektronik, konten negatif selalu dapat muncul melalui iklan yang tidak terkontrol. Terkadang kita berhasil menjaga diri untuk menghindar dari konten negatif, tetapi ada saatnya kita justru tergelincir ke dalamnya. Fenomena ini menjadi realitas yang dihadapi setiap Muslim modern. Untuk mengatasi tantangan dosa di era digital, diperlukan panduan batin dan inilah urgensi dari topik yang akan kita bahas, yaitu untuk menelusuri kerangka konseptual dari ulama besar untuk memandu pertobatan sejati.
1. Persiapkan Batin
(فَائِدَةٌ) قَالَ الْغَزَالِيُّ: وَجُمْلَةُ الْأَمْرِ أَنَّكَ إِذَا بَرَّأْتَ قَلْبَكَ مِنَ الذُّنُوبِ كُلِّهَا بِأَنْ تُوَطِّنَهُ عَلَى أَنْ لَا تَعُودَ إِلَى ذَنْبٍ أَبَدًا وَتَنْدَمَ عَلَى مَا مَضَى وَتَقْضِيَ الْفَوَائِتَ بِمَا تَقْدِرُ عَلَيْهِ وَتُرْضِيَ الْخُصُومَ بِمَا أَمْكَنَكَ بِأَدَاءٍ وَاسْتِحْلَالٍ وَتَرْجِعَ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فِي مَا تَخْشَى فِي إِظْهَارِهِ هَيَجَانَ فِتْنَةٍ بِالتَّضَرُّعِ إِلَى اللَّهِ لِيُرْضِيَهُ عَنْكَ
[Sebuah Faedah] Imam Al-Ghazali berkata:
"Kemudian, kesimpulan dari semua yang telah ditampilkan adalah, jika engkau telah membersihkan hatimu dari seluruh dosa dengan cara meneguhkan hatimu untuk tidak akan pernah kembali kepada dosa selamanya, engkau menyesali apa yang telah lalu, engkau mengganti (mengqadha) kewajiban-kewajiban yang terlewat sesuai kemampuanmu, engkau menyelesaikan urusan dengan orang lain (yang pernah engkau zalimi) semampumu dengan menunaikan hak mereka dan meminta kerelaan (dihalalkan), dan engkau kembali kepada Allah Ta'ala terkait dosa (kepada-Nya) yang engkau khawatir jika diungkapkan akan menimbulkan fitnah dengan cara merendahkan diri kepada Allah agar Dia membuat orang itu rida kepadamu."
2. Persiapkan tempat yang sunyi untuk menyendiri
تَذْهَبُ فَتَغْسِلُ ثِيَابَكَ وَتُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَتَضَعُ جَبْهَتَكَ بِالْأَرْضِ فِي مَوْضِعٍ خَالٍ
Maka pergilah, cucilah pakaianmu (mandi dan berwudu), shalatlah empat rakat (salat taubat), dan letakkan dahimu di atas tanah di tempat yang sepi/sunyi.
3. Perhatikan anggota tubuh terutama daerah wajah
ثُمَّ تَجْعَلُ التُّرَابَ عَلَى رَأْسِكَ وَتُمَرِّغُ وَجْهَكَ فِي التُّرَابِ بِدَمْعٍ جَارٍ وَقَلْبٍ حَزِينٍ وَصَوْتٍ عَالٍ، وَتَذْكُرُ ذُنُوبَكَ وَاحِدًا وَاحِدًا مَا أَمْكَنَكَ وَتَلُومُ نَفْسَكَ عَلَيْهَا وَتَقُولُ: أَمَا تَسْتَحِينَ يَا نَفْسُ؟ أَمَا آنَ لَكِ أَنْ تَتُوبِي؟ أَلَكِ طَاقَةٌ بِعَذَابِ اللَّهِ سُبْحَانَهُ؟ أَلَكِ حَاجَةٌ؟ وَتَذْكُرُ مِنْ هَذَا كَثِيرًا وَتَبْكِي ثُمَّ تَرْفَعُ يَدَيْكَ إِلَى الرَّبِّ الرَّحِيمِ سُبْحَانَهُ
Kemudian, letakkanlah debu di atas kepalamu dan gulingkanlah wajahmu di atas debu dengan air mata yang mengalir, hati yang sedih, dan suara yang keras. Ingatlah dosa-dosamu satu per satu semampumu, dan celalah dirimu atas dosa-dosa itu seraya berkata:
"Tidakkah engkau malu, wahai diri? Belum tibakah saatnya bagimu untuk bertaubat? Apakah engkau punya kekuatan untuk menahan azab Allah Subhanahu wa Ta'ala? Apakah engkau masih punya keinginan (untuk berbuat dosa)?"
Dan sebutkanlah hal-hal semacam ini sebanyak-banyaknya sambil menangis. Kemudian, angkatlah kedua tanganmu kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, Subhanahu wa Ta'ala,
4. Panjatkan doamu dengan tulus
وَتَقُولُ: إِلَهِي عَبْدُكَ الْآبِقُ رَجَعَ إِلَى بَابِكَ عَبْدُكَ الْعَاصِي رَجَعَ إِلَى الصُّلْحِ عَبْدُكَ الْمُذْنِبُ أَتَاكَ بِالْعُذْرِ فَاعْفُ عَنِّي بِجُودِكَ وَتَقَبَّلْ مِنِّي بِفَضْلِكَ وَانْظُرْ إِلَيَّ بِرَحْمَتِكَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا سَلَفَ مِنَ الذُّنُوبِ وَاعْصِمْنِي فِيمَا بَقِيَ مِنَ الْأَجَلِ فَإِنَّ الْخَيْرَ كُلَّهُ بِيَدِكَ وَأَنْتَ بِنَا رَؤُوفٌ رَحِيمٌ.
Ucapkanlah: "Tuhanku, hamba-Mu yang lari (dari-Mu) kini telah kembali ke pintu-Mu. Hamba-Mu yang durhaka kini kembali untuk berdamai. Hamba-Mu yang penuh dosa datang kepada-Mu dengan penyesalan, maka maafkanlah aku dengan kedermawanan-Mu, terimalah (taubat)ku dengan karunia-Mu, dan pandanglah aku dengan rahmat-Mu. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang telah lalu dan jagalah aku dari dosa di sisa umurku, karena sesungguhnya segala kebaikan berada di tangan-Mu, dan Engkau Maha Lembut lagi Maha Penyayang kepada kami."
ثُمَّ تَدْعُو دُعَاءَ الشِّدَّةِ وَهُوَ: يَا مُجَلِّيَ عَظَائِمِ الْأُمُورِ، يَا مُنْتَهَى هِمَّةِ الْمَهْمُومِينَ، يَا مَنْ إِذَا أَرَادَ أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ أَحَاطَتْ بِنَا ذُنُوبُنَا وَأَنْتَ الْمَدْخُورُ لَهَا مَدْخُورًا لِكُلِّ شِدَّةٍ كُنْتُ أَدَّخِرُكَ لِهَذِهِ السَّاعَةِ فَتُبْ عَلَيَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.
Kemudian, berdoalah dengan doa asy-syiddah (doa seakan dalam kondisi genting):
"Wahai Yang menyingkapkan perkara-perkara besar, wahai puncak harapan orang-orang yang berduka, wahai Zat yang jika menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya 'Jadilah!' maka terjadilah. Dosa-dosa kami telah meliputi kami, dan Engkaulah tempat kami berharap untuk (menyelesaikannya). Engkaulah harapan untuk setiap kesulitan. Aku berharap kepada-Mu di saat ini, maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."
ثُمَّ تُكْثِرُ مِنَ الْبُكَاءِ وَالتَّذَلُّلِ وَتَقُولُ: يَا مَنْ لَا يَشْغَلُهُ سَمْعٌ عَنْ سَمْعٍ، وَلَا تَشْتَبِهُ عَلَيْهِ الْأَصْوَاتُ يَا مَنْ لَا تُغَلِّطُهُ الْمَسَائِلُ، وَلَا تَخْتَلِفُ عَلَيْهِ اللُّغَاتُ يَا مَنْ لَا يُبْرِمُهُ إِلْحَاحُ الْمُلِحِّينَ، أَذِقْنَا بَرْدَ عَفْوِكَ وَحَلَاوَةَ مَغْفِرَتِكَ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Lalu, perbanyaklah tangisan dan perendahan diri, seraya berkata:
“Wahai Zat yang pendengaran-Nya tidak disibukkan oleh pendengaran yang lain. Wahai Zat yang tidak keliru oleh berbagai macam suara. Wahai Zat yang tidak salah oleh banyaknya permintaan. Wahai Zat yang tidak terganggu oleh desakan orang-orang yang memohon. Rasakanlah kepada kami sejuknya ampunan-Mu dan manisnya maaf-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
ثُمَّ تُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَسْتَغْفِرُ رَبَّكَ لِجَمِيعِ الْمُؤْمِنِينَ وَتَرْجِعُ إِلَى طَاعَةِ اللَّهِ جَلَّ جَلَالُهُ فَتَكُونُ قَدْ تُبْتَ تَوْبَةً نَصُوحًا وَصِرْتَ طَاهِرًا مِنَ الذُّنُوبِ وَلَكَ مِنَ الْأَجْرِ وَالرَّحْمَةِ مَا لَا يُحْصَى وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ.
Kemudian, bershalawatlah kepada Nabi Muhammad ﷺ, mintalah ampunan kepada Tuhanmu untuk seluruh kaum mukminin, dan kembalilah kepada ketaatan kepada Allah Jalla Jalaluh. Maka dengan demikian, engkau telah bertaubat dengan taubat nasuha, engkau menjadi suci dari dosa-dosa, dan bagimu ganjaran serta rahmat yang tak terhingga. Dan Allah-lah yang memberi taufik.
Kesimpulan
Itulah empat tahapan utama Taubat Nasuha menurut Imam Al-Ghazali yang diperjelas oleh Syaikh Nawawi Al-Bantani. Esensi taubat nasuha tidak hanya terletak pada persiapan batin (kesadaran, penyesalan mendalam, mengganti kewajiban yang terlewat, serta menyelesaikan urusan zalim dengan sesama), melainkan juga diwujudkan pada tindakan lahiriah, yang mencakup menyendiri di tempat sunyi, merendahkan diri kepada Allah Swt., bahkan hingga menggulingkan wajah di atas debu sebagai simbol penyesalan. Puncak dari proses ini adalah doa tulus yang diiringi tangisan dan perendahan diri kepada Allah Swt., memohon ampunan untuk dosa yang telah lalu dan perlindungan untuk sisa usia.